STAFF BULETIN AL-MANSHUROH - AMBON

Diterbitkan oleh: Yayasan Abu Bakr Ash-Shiddiq, BTN Kebun Cengkeh Blok.B14 No.20, Batu Merah - Ambon. Penasehat: Ust. Abdul Wahab Lumaela, Ust. Abdussalam, Ust. Abu Bakr, Ust. Saifullah, Ust. Shadiqun, Ust. Ismail. Pemimpin Usaha: Didi Dzulkifli, ST. Tim Khusus: Ir. Tris. M, Pemimpin Redaksi: Ibnu Shalih. Redaktur Pelaksana: Adam.Y. Sirkulasi: Yudi.A.H, Abu Khalid, Muadz. Sekretaris Umum: Isra Budi. Bendahara: Andi Ibrohim. Wakil Bendahara: Abu Azzam. Alamat Redaksi: Masjid Abu Bakr Ash-Shiddiq, Kampung Muhajirin (Belakang Perum DPRD). Rekomendasi Kanwil Dep. Agama Nomor: Kw.25.4/4/BA.00/635/2009


Selasa, 28 Desember 2010

28 _ GHIBAH PENGHANCUR KEHORMATAN MUSLIM _ Ust Ismail -hafizhahullah-

Definisi Ghibah
Ghibah atau yang diistilahkan dengan “ngerumpi” oleh kaum muslimin merupakan santapan manis bagi para wanita secara umum, walaupun tidak dipungkiri pria juga melakukannya, namun para wanitalah yang banyak terjatuh dalam perbuatan ini. Dimana ada wanita berkumpul maka jarang sekali majelis itu selamat dari membicarakan aib orang lain, apakah itu tetangganya, temannya, atau bahkan suami dan orang tuanya sendiri. k dan Rasul-Nya ` . Allah k berfirman:
Dan setan datang menghiasi perbuatan mereka ini sehingga yang hadir merasa lezat berghibah dan lupa akan ancaman Allah
وَلا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
“Janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang” (Al-Hujurat: 12)
Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata: “Dalam ayat ini ada larangan berbuat ghibah”. Lalu Ibnu Katsir membawakan sanadnya (jalan periwayat hadits) sampai kepada Abu Hurairah z bahwa Rasulullah ` bersabda (menjelaskan definisi ghibah):
ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ، قِيْلَ: أَ فَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِيْ مَا أَقُوْلُ ؟ قَالَ ` إِنْ كَانَ فِيْهِ مَا تَقُوْلُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ وَ إِنْ لَمْ يَكُنْ فِيْهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ
“(ghibah adalah) Engkau menyebut tentang saudaramu dengan apa yang tidak ia sukai”, lalu ditanyakan lagi: “Apa pendapatmu wahai Rasulullah jika memang perkara yang kukatakan ada pada saudaraku?”, beliau ` menjawab: “Jika memang perkara yang kau katakan ada padanya sungguh engkau telah mengghibahnya, dan jika perkara yang kau katakan itu tidak ada padanya maka sungguh engkau telah berdusta” [Tafsir Ibnu Katsir: 4/272]
Yang menyedihkan, perbuatan ghibah ini tidak hanya menimpa orang yang buta atau tidak peduli dengan agamanya, akan tetapi perbuatan ini juga menimpa muslimah yang telah mengerti hukum-hukum agama.
Hukum ghibah
Ghibah ini haram hukumnya dan sangat dicerca. Allah k menyerupakan perbuatan ini dengan memakan daging saudaranya yang telah mati. Allah k berfirman:
أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ
“Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya” (Al-Hujurat: 12)
[Tafsir Ibnu Katsir: 4/273]
Rasulullah ` bersabda:
إِنَّ دِمَاءَكُمْ وَ أَمْوَالَكُمْ وَ أَعْرَاضَكُمْ حَرَامٌ عَلَيْكُمْ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هذَا فِي شَهْرِكُمْ هذَا فِي بَلَدِكُمْ هذَا
“Sesungguhnya darah kalian, harta kalian dan kehormatan kalian haram atas kalian seperti kehormatan hari kalian ini (Nahar) pada bulan kalian ini (Dzulhijjah) pada negeri kalian ini (Makkah)” (HR. Bukhari dan Muslim dari sahabat Abu Bakrahz )
Nabi ` juga bersabda:
بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ ، كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَ عِرْضُهُ وَ مَالُهُ
“Cukuplah kejelekan bagi seseorang bila ia merendahkan saudaranya yang muslim, setiap muslim terhadap muslim yang lainnya haram darahnya, kehormatannya dan hartanya” (HR. Muslim dari sahabat Abu Hurairah z)
Ibnu Umar c suatu ketika memandang Ka’bah lalu ia berkata: “Alangkah agungnya engkau, alangkah besarnya kehormatan engkau, namun seorang mukmin memiliki kehormatan yang lebih besar disisi Allah dibanding dirimu”  
[Tafsir Ibnu Katsir: 4/274]
Perkataan ghibah ini memang ringan diucapkan di lisan, namun berat dalam timbangan kejelekan.
Beberapa perkara yang dikecualikan dari ghibah
Berikut ini adalah perkara-perkara yang dikecualikan dari ghibah, artinya tidak termasuk ghibah, yang disebutkan oleh Imam An-Nawawi –rahimahullah- dalam kitabnya “Riyadhush Shalihin”, yaitu:
[1] Menyebutkan kezhaliman seseorang kepada penguasa.
[2] Meminta tolong kepada orang yang mempunyai kemampuan untuk merubah kemungkaran.
[3] Meminta fatwa kepada mufti (ahli fatwa)
Seperti perbuatan Hindun yang mengadukan suaminya Abu Sufyan dalam permasalahan nafkah, maka Rasulullah ` bersabda:
خُذِيْ مَا يَكْفِيْكِ وَ وَلَدَكِ بِالْمَعْرُوْفِ
“Ambillah sekedar dapat mencukupi dirimu dan anakmu dengan ma’ruf” (HR. Bukhari dan Muslim dari Aisyah z )
[4] Dalam rangka memperingatkan kaum muslimin dari kejelekan dan menasehati mereka.
[5] Menyebut orang yang terang-terangan berbuat maksiat atau bid’ah.
[6] Menyebut seseorang dengan gelaran yang dia terkenal dengannya (dia tidak membencinya), seperti: si buta, si pesek, dan lain-lain.
[Riyadhush Shalihin]
Imam Ash-Shan’ani dalam kitabnya “Subulus Salam” berkata: “Imam Al-Qurthubi menukil adanya ijma’ (kesepakatan ulama) bahwa ghibah termasuk dosa besar”
Rasulullah ` bersabda:
إِنَّ مِنْ أَرْبَى الرِّبَا اْلاِسْتِطَالَةَ فِي عِرْضِ الْمُسْلِمِ بِغَيْرِ حَقٍّ
“Sesungguhnya termasuk perbuatan riba yang paling puncak adalah melanggar kehormatan seorang muslim tanpa hak” (HR. Abu Dawud dari Said bin Zaid, dishahihkan Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi dalam kitabnya “Ash-Shahihul Musnad”)
Ghibah adalah perbuatan yang diharamkan untuk didengar. Allah k berfirman:
وَإِذَا سَمِعُوا اللَّغْوَ أَعْرَضُوا عَنْهُ
“Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya” (Al-Qashash: 55)
Cara bertaubat dari dosa ghibah
Adapun cara bertaubat dari ghibah ialah dia memintakan ampun untuknya, menyebut kebaikan-kebaikan orang yang dighibahi tersebut.
[Nashihati Lin Nisa’]
Wallahu a’lamu bish shawab.
وَ صَلَّى اللهُ وَ سَلَّمَ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَ صَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ



* Bolehkah mengghibahi orang kafir ?
Arlan_Kebun Cengkeh (081247052XXX)
Jawab:________________________________
Berkata Ash-Shan’ani: “Dan perkataan Rasulullah ` (dalam hadits Abu Hurairah z di atas)  أخاك (saudaramu) yaitu saudara seagama merupakan dalil bahwasanya selain mukmin boleh mengghibahinya” [Subulus salam: 4/299]
Berkata Ibnul Mundzir: “Dalam hadits ini ada dalil bahwasanya barang siapa yang bukan saudara (se-Islam) seperti yahudi, nasrani, dan seluruh pemeluk agama-agama (yang lain), dan (juga) orang yang kebid’ahannya telah mengeluarkannya dari Islam, maka tidak ada (tidak mengapa) ghibah terhadapnya”. [dinukil dalam kitab Taudhihul Ahkam: 6/328]
=================================
* Apakah berdosa apabila masuk toilet dengan membawa handphone yang didalamnya terdapat ayat-ayat Al-Qur’an ?               Deny_Ahuru (081247035XXX)
Jawab:________________________________
Terjadi perselisihan dikalangan para ulama tentang hukum membawa mushaf kedalam WC :
1) Pendapat yang tidak membolehkan terkecuali dalam keadaan terpaksa, seperti bila dikhawatirkan dicuri dan yang semisalnya.
Dan pendapat ini yang dikuatkan oleh Syekh Bin Baaz –rahimahullah- dalam fatwanya dan Syekh Muhammad bin Sholeh Al-Utsaimin –rahimahullah- dalam dalam kumpulan fatwanya dan juga dalam As-syarhul mumti’, jil:1, ketika membahas tentang adab istinja, demikian pula Syekh Al-Fauzan –hafizhahullah- dalam kumpulan fatwa beliau. Mereka beralasan karena mushaf adalah syi’ar agama ini, dan Allah berfirman: (Artinya)
“Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka Sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (QS.Al-Hajj:32)
2) Pendapat yang membolehkan, apabila mushaf tersebut terjaga dan tersimpan dengan baik dalam sakunya, tidak ditampakkan.
Dan pendapat inilah yang dikuatkan oleh Syekh Al-Albani –rahimahullah-, sebagaimana yang beliau fatwakan dalam salah satu kaset yang terkumpul dalam silsilah al-huda wan-nuur.
Dan beliau memiliki dua alasan, Pertama: asal hukumnya adalah boleh, dan tidak ada dalil yang melarangnya. Kedua: mengqiyaskan membawa mushaf tersebut dengan apa yang dihafal oleh seorang muslim berupa ayat-ayat Al-Qur’an, yang tentunya tersimpan dalam hatinya. Maka tidak ada perbedaan diantara keduanya, selama mushaf tersebut terjaga dan tersimpan dengan baik dan tidak dibuka.
Adapun ayat tersebut dapat dijadikan sebagai dalil apabila mushaf tersebut dibuka didalam WC.
Dan pendapat terakhir inilah yang ana pilih, wallahu A’lam.
Namun apabila memungkinkan bagi seseorang untuk tidak membawa mushafnya ke dalam WC, tanpa ada kesulitan baginya, maka tentunya yang demikian lebih afdhal, sebagai bentuk khuruj (keluar) dari perselisihan dikalangan para Ulama.
Faedah:
Syekh Ibnu Utsaimin –rahimahullah- membedakan antara mushaf dengan sesuatu yang didalamnya terdapat nama Allah, dan semisalnya. Dimana beliau memakruhkan membawa mushaf, dan tidak memakruhkan selainnya, dengan syarat tersimpan dan tidak dinampakkan.
Faedah kedua:
Termasuk pula dalam hal ini, diperbolehkannya memasukkan sesuatu yang didalamnya terdapat ayat-ayat Al-Qur’an ataukah mushaf, seperti bila terdapat dalam HP, atau mushaf digital, dan semisalnya.Dengan syarat tidak dinampakkan.
Wallahu A’lam bis-shawab.

Diringkas dari sumbernya: www.darussalaf.or.id
(jawaban dari Al-Ustadz Askari – Makasar dari pertanyaan yang semakna)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan anda berkomentar, namun tetap jaga kesopanan dengan tidak melakukan komentar spam