STAFF BULETIN AL-MANSHUROH - AMBON

Diterbitkan oleh: Yayasan Abu Bakr Ash-Shiddiq, BTN Kebun Cengkeh Blok.B14 No.20, Batu Merah - Ambon. Penasehat: Ust. Abdul Wahab Lumaela, Ust. Abdussalam, Ust. Abu Bakr, Ust. Saifullah, Ust. Shadiqun, Ust. Ismail. Pemimpin Usaha: Didi Dzulkifli, ST. Tim Khusus: Ir. Tris. M, Pemimpin Redaksi: Ibnu Shalih. Redaktur Pelaksana: Adam.Y. Sirkulasi: Yudi.A.H, Abu Khalid, Muadz. Sekretaris Umum: Isra Budi. Bendahara: Andi Ibrohim. Wakil Bendahara: Abu Azzam. Alamat Redaksi: Masjid Abu Bakr Ash-Shiddiq, Kampung Muhajirin (Belakang Perum DPRD). Rekomendasi Kanwil Dep. Agama Nomor: Kw.25.4/4/BA.00/635/2009


Selasa, 28 Desember 2010

26 _ MENGAGUNGKAN SUNNAH ROSULULLOH -shallallahu 'alaihi wa sallam- _ Ust Abu Bakr -hafizhahullah-

Pengertian As-Sunnah
Ketahuilah para pembaca -semoga Allah merahmati kita semua-, As-Sunnah yang dimaksud dalam pembahasan kita ini adalah suatu jalan dan petunjuk, yaitu jalan dan petunjuk Nabi Muhammad `. Maka hal tersebut umum, mencakup perkara-perkara agama yang wajib dan mustahab. Demikian pula mencakup perkara-perkara aqidah (keyakinan), ibadah, muamalah (pergaulan) dan juga akhlak.
Berdasarkan pengertian diatas, bukanlah sunnah yang dimaksud disini adalah persamaan kata dari mustahab yang merupakan lawan dari makruh dalam istilah ilmu fiqih. Dan bukan pula yang dimaksud sunnah disini adalah yang menyertai Al-Qur’an sebagai landasan suatu hukum (dalil), seperti perkataan: dalilnya dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Tetapi sebagaimana dijelaskan oleh ulama As-Salaf bahwa As-Sunnah adalah beramal dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah dan mengikuti jejak generasi terdahulu yang shalih (As-Salaf) dan mengikuti Al-Atsar, yaitu hadits Rasulullah ` .
Berkata Imam Abul Qasim Al-Ashbahani –rahimahullah- dalam kitab beliau Al-Hujjah fi Bayanil Mahajjah: 2/348: “Berkata ahli bahasa: “As-Sunnah adalah cara hidup dan jalan. Maka perkataan mereka bahwa seseorang diatas sunnah atau dia itu ahlussunnah maksudnya adalah dia mencocoki Al-Qur’an dan hadits, baik dalam perkataan maupun perbuatan, karena As-Sunnah tidaklah (berlaku padanya) bersama penyelisihan terhadap Allah dan juga penyelisihan terhadap Rasul-Nya `
Berkata Imam Al-Hafizh Ibnu Rajab –rahimahullah- dalam kitab beliau Jami’ul ‘Ulum wal Hikam: 28: “Dan As-Sunnah adalah jalan yang ditempuh. Maka hal tersebut mencakup berpegang teguh dengan apa-apa yang Rasulullah ` dan juga khalifah-khalifah beliau `  berada diatas jalan tersebut, baik perkara-perkara aqidah, amalan maupun perkataan. Dan inilah sunnah yang sempurna. Oleh karena itu para salaf tidaklah memutlakkan nama sunnah ini kecuali dengan semua yang mencakup hal tersebut tadi. Diriwayatkan makna sunnah dengan makna tersebut dari Al-Hasan Al-Bashri, Al-Auza’i dan Fudhail bin ‘Iyadh”.
Pengagungan Sunnah Rasulullah `
Allah berfirman:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلالا مُبِينًا
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukminah, apabila Allah dan rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat dengan kesesatan  yang nyata” (Al-Ahzab: 36)
مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ تَوَلَّى فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا
“Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka” (An-Nisa’: 80)
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (Al-Ahzab: 21)
قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا عَلَيْهِ مَا حُمِّلَ وَعَلَيْكُمْ مَا حُمِّلْتُمْ وَإِنْ تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا وَمَا عَلَى الرَّسُولِ إِلا الْبَلاغُ الْمُبِينُ
“Katakanlah: "Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada rasul; dan jika kamu berpaling maka sesungguhnya kewajiban Rasul itu adalah apa yang dibebankan kepadanya, dan kewajiban kamu sekalian adalah semata-mata apa yang dibebankan kepadamu. Dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan tidak lain kewajiban Rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan terang" (An-Nur: 54)
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahnya takut akan ditimpa fitnah (cobaan) atau ditimpa adzab yang pedih” (An-Nur: 63)
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya” (Al-Hasyr: 7)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلا تَجْهَرُوا لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَنْ تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ وَأَنْتُمْ لا تَشْعُرُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari” (Al-Hujurat: 2)
Berkata Imam Ibnul Qayyim menafsirkan ayat ini: “Allah memperingatkan kaum mukminin dari akan terhapusnya amalan-amalan mereka dengan sekedar mengeraskan suara terhadap Rasulullah ` sebagaimana mereka mengeraskan suara diantara sesama mereka. Dan ini bukanlah suatu kemurtadan (keluar dari agama-pent) akan tetapi maksiat yang menghapuskan suatu amalan dalam keadaan pelakunya tidak menyadarinya. Lalu bagaimana dengan keadaan seseorang yang lebih mengutamakan perkataan, petunjuk dan jalannya orang lain daripada perkataan, petunjuk dan jalannya Rasulullah ` ? Bukankah hal ini lebih membatalkan amalan mereka dalam keadaan dia tidak menyadarinya?!!
Dari sahabat Irbadh bin Sariyah z berkata: “Rasulullah ` memberikan nasehat kepada kami dengan nasehat yang menggetarkan hati dan meneteskan dengannya air mata, maka kami berkata: “Ya Rasulullah, seakan-akan ini adalah nasehat perpisahan, wasiatilah kami!”. Berkata Rasulullah ` : “Aku wasiatkan kalian untuk senantiasa bertakwa kepada Allah dan untuk selalu mendengar dan taat (kepada pemimpin-pent) walaupun yang memimpin kalian adalah seorang budak, karena orang yang hidup dari kalian (setelah meninggalnya beliau ` -pent) akan menjumpai perselisihan yang banyak, maka wajib atas kalian untuk berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnahnya para Khulafaur Rasyidin yang memberikan petunjuk setelahku, peganglah sunnah tersebut dengan gigi geraham kalian, dan hati-hatilah kalian dengan perkara-perkara baru yang diada-adakan dalam agama, karena seluruh bid’ah itu adalah sesat” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah, dihasankan Syaikh Muqbil)
Berkata Abu Bakr Ash-Shiddiq z: “Aku tidak pernah meninggalkan sedikitpun juga perkara yang Rasulullah ` pernah beramal dengannya kecuali aku juga mengamalkannya, dan aku sungguh khawatir apabila aku tinggalkan sedikit saja dari perintahnya maka aku akan menyimpang”
Berkata Imam Syafi’i –rahimahullah-: “Telah sepakat kaum muslimin bahwa apabila seseorang telah jelas baginya sunnah Rasulullah ` tidak boleh baginya untuk meninggalkan semua itu hanya sekedar karena perkataan seseorang”
Pernah suatu ketika ditanya Imam Syafi’i –rahimahullah- tentang suatu permasalahan, beliau berkata: “Permasalahan ini telah datang hadits Rasulullah ` (sebagai jawabannya-pent)”, maka berkata si penanya: “Engkau berpendapat dengan hadits tersebut?”, maka menjadi gemetar dan marahlah Imam Syafi’i dan berkata: “Hai kamu, bumi mana yang aku pijak dan langit mana yang menaungiku apabila telah sampai hadits Rasulullah ` kepadaku kemudian aku tidak berpendapat dengan hadits tersebut?”
Disegerakannya hukuman bagi orang yang tidak mengagungkan sunnah
Dari sahabat Salamah ibnul Akwa’ z bahwa ada seorang laki-laki makan disisi Rasulullah ` dengan tangan kirinya, maka berkata Rasulullah ` : “Makanlah dengan tangan kananmu !”, orang itu berkata: “Aku tidak bisa”. Berkata Rasulullah ` : “Engkau tidak akan pernah bisa”, (Tidaklah yang menghalangi orang tersebut kecuali karena kesombongannya). Berkata Salamah z: “Dia tidak bisa mengangkat tangan kanannya sampai ke mulutnya”. (HR. Muslim)
Dari Abdurrahman bin Harmalah berkata: “Telah datang seseorang kepada Sa’id ibnul Musayyib berpamitan untuk haji atau umrah, maka berkata Sa’id kepadanya: “Jangan engkau pergi sampai engkau shalat dahulu, karena Rasulullah ` berkata: “Tidaklah keluar dari masjid setelah dikumandangkan adzan melainkan munafik, kecuali seseorang yang keluar karena keperluan dan berniat akan kembali ke masjid”, berkata orang itu: “Sungguh teman-temanku sudah di padang pasir”, berkata (Abdurrahman): “Maka keluarlah orang tersebut. Senantiasa Sa’id menyebutkan orang itu karena menyesalkan perbuatannya. Sampai diberitakan bahwa orang tersebut terjatuh dari hewan tunggangannya sehingga robeklah pahanya” (Sunan Ad-Darimi: 446)
Berkata Abu Abdillah Muhammad bin Ismail At-Taimi: “Aku membaca di beberapa kisah cerita bahwa sebagian ahli bid’ah ketika mendengar hadits Rasulullah ` : “Apabila seorang kalian bangun dari tidurnya jangan celupkan tangannya di tempat air sampai dia cuci tangan (terlebih dahulu), karena dia tidak tahu dimana bermalam tangannya”, berkata ahli bid’ah tadi dengan mengejek: “Aku tahu dimana bermalam tanganku di tempat tidur”, maka pada pagi harinya (didapati) bahwa tangannya telah masuk dalam duburnya sampai batas sikunya. Berkata At-Taimi: “Berhati-hatilah seseorang dari menghinakan sunnah dan (hadits-hadits yang seharusnya kita) diam darinya (tidak mengomentarinya), maka lihatlah bagaimana terjadi padanya (adzab) akibat kejelekan perbuatannya”
Berkata Al-Qadhi Abu Thayyib: “kami berada di majlis diskusi di Masjid Jami’ Al-Manshur, datanglah seorang pemuda Khurasan dan bertanya masalah “Al-Musharah” dan meminta dalilnya sampai dibawakan kepadanya hadits dari Abu Hurairah z dalam permasalahan tersebut, lalu dia berkata: “Abu Hurairah tidak bisa diterima haditsnya..”, belum selesai dia dari perkataannya sampai jatuh menimpanya ular yang besar dari atap masjid dan manusia berlompatan menghindarinya, dan berlarilah pemuda ini dari ular tersebut sementara ular itu terus mengejarnya, pemuda itu diteriaki: “Tobatlah kamu.. tobatlah kamu !”, maka dia berkata: “Aku tobat!”, (Saat itu juga) hilanglah ular tersebut dan tidak meninggalkan bekas. (Berkata Imam Adz-Dzahabi: Yang meriwayatkan kisah ini para imam)
Demikianlah para pembaca -semoga Allah merahmati kita semua- betapa pentingnya bagi kita untuk mengagungkan sunnah Rasulullah `, terlebih lagi kita berada pada zaman yang mana kebodohan terhadap ilmu agama demikian menyebar, sehingga banyak kita jumpai celaan dan penghinaan terhadap sunnah Rasulullah ` yang ditujukan kepada orang-orang yang mengamalkan sunnah Rasululah ` tersebut. Karena ketidaktahuan mereka, mereka mencela orang-orang yang memanjangkan jenggotnya bahwa mereka seperti kambing !!!, yang lainnya mencela sunnah memakai celana / kain diatas mata kaki dengan anggapan celana kurang bahan!, yang lainnya karena kebodohannya mencela baju jubah yang panjang dikatakan seperti baju perempuan / daster! Allahul Musta’an.., betapa mengerikannya sikap mereka tersebut setelah kita mengetahui bagaimana keadaan orang-orang yang tidak mengagungkan sunnah! Dan perkara yang lebih mengkhawatirkan lagi apabila celaan tersebut bukanlah bersumber dari kebodohan mereka melainkan dikarenakan unsur kesengajaan dan mereka mengetahui ilmunya, maka hal ini bisa mengakibatkan seseorang keluar dari agamanya sebagaimana dijelaskan oleh para ulama, Na’udzubillah min dzalik !!
Semoga dengan tulisan sederhana ini dapat menyadarkan kita semua tentang pentingnya perkara ini dan semakin mendorong kita untuk bersemangat dalam mengagungkan dan mengamalkan sunnah Rasulullah ` . Wallahu a’lamu bish shawab.
وَ صَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَ صَحْبِهِ وَ سَلَّمَ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan anda berkomentar, namun tetap jaga kesopanan dengan tidak melakukan komentar spam