Tentang Fidyah
Orang-orang yang mendapat keringanan untuk tidak berpuasa Ramadhan kemudian menggantinya dengan membayar fidyah mereka itu adalah:1- Orang-orang lanjut usia (jompo), baik laki-laki maupun perempuan yang tidak mampu lagi melasanakan puasa Ramadhan. Mereka mendapat keringanan tidak berpuasa dengan konsekuensi membayar fidyah tanpa mengqadha’(mengganti) puasa. Allah k berfirman:
وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ
“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin” (Al-Baqarah: 184)
2- Wanita hamil atau menyusui yang jika berpuasa akan membahayakan bayinya. Mereka juga diberi keringanan untuk tidak berpuasa dan cukup membayar fidyah tanpa mengqadha’ (menurut pendapat yang penulis lebih condong padanya). Hal ini berdasarkan atsar Ibnu Abbas c, beliau berkata: “Wanita hamil dan menyusui apabila khawatir (dengan berpuasa) terhadap anaknya, maka berbuka (tidak berpuasa) dan cukup memberi makan setiap hari seorang miskin (fidyah)”. (HR. Ibnul Jarud dan Al-Baihaqi, shahih)
Dan sahabat Ibnu Umar c berkata: “Tidak mengapa wanita hamil atau menyusui (jika khawatir terhadap anaknya) untuk tidak berpuasa pada hari-hari bulan Ramadhan dan tidak wajib mengqadha’ (cukup membayar fidyah)” (HR. Ad-Daruquthni). Wallahu a’lam.
3- Orang sakit yang sudah tidak bisa diharapkan lagi kesembuhannya atau telah divonis oleh dokter bahwa penyakitnya tidak dapat disembuhkan dan jika ia berpuasa akan memperparah atau mambahayakan kondisinya. Orang yang seperti ini boleh tidak berpuasa dan cukup membayar fidyah saja tanpa mengqadha’. Adapun orang yang sakit yang masih ada harapan sembuh, maka yang seperti ini boleh tidak berpuasa, namun tidak boleh membayar fidyah, dan ia dikenai kewajiban mengqadha’ puasa di selain bulan Ramadhan ketika telah sembuh dan mampu berpuasa. Kewajiban untuk mengqadha’ tersebut tetap baginya bila ia sembuh walaupun melewati Ramadhan berikutnya. Hal ini tidak mengapa dikarenakan adanya udzur yang dibenarkan syariat. (Lihat Fatawa Syaikh Bin Baz dan Al-Utsaimin). Allah k berfirman:
فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
“Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain” (Al-Baqarah: 184)
Berapa takaran Fidyah dan kepada siapa diberikan ?
Fidyah bisa berupa makanan pokok seperti beras atau yang lainnya, dengan takaran ½ sha’ setiap harinya atau 1,25 sampai dengan 1,5 kg. Bisa juga berupa makanan siap saji, per harinya satu porsi yang mengenyangkan, sebagaimana yang pernah dilaksanakan oleh sahabat Anas bin Malik t. Bahwa beliau t lemah (tidak mampu untuk puasa) pada suatu tahun, kemudian beliau membuat satu wadah Tsarid (makanan), dan mengundang 30 orang miskin untuk makan hingga mereka kenyang. (HR. Daruquthni, dishahihkan Al-Albani)
Fidyah diberikan kepada fakir – miskin, sebagaimana riwayat Anas bin Malik t di atas, dan juga QS. Al-Baqarah: 184. Boleh dibayarkan kepada satu orang saja, dan boleh juga kepada beberapa orang. Wallahu a’lam.
Kapan Fidyah dibayarkan ?
Fidyah bisa dibayarkan di bulan Ramadhan dan juga di luar bulan Ramadhan. Fidyah di bulan Ramadhan dibayarkan setelah berlalu hari yang seseorang tidak berpuasa pada hari tersebut. Contoh: seseorang tidak berpuasa pada hari Senin, maka fidyahnya dibayarkan pada hari Selasa. Atau seseorang tidak berpuasa lima hari, maka setelah berlalu lima hari tersebut barulah fidyahnya dibayarkan. Dengan kata lain, fidyah tidak boleh dibayarkan dari awal, akan tetapi dibayarkan setelah berlalu hari yang seseorang tidak berpuasa padanya, baik setiap harinya maupun digabungkan beberapa hari. Adapun fidyah di luar bulan Ramadhan maka dibayarkan secara sekaligus dalam satu hari (sebagaimana dilakukan sahabat Anas bin Malik t), dan boleh juga dipisah-pisah. Wallahu a’lam.
Zakat Fitrah dan takarannya
Zakat Fitrah diwajibkan atas setiap muslim, baik merdeka maupun budak, laki-laki maupun perempuan, dewasa maupun anak-anak, sebagaimana pernyataan sahabat Ibnu Abbas c: “Rasulullah r telah mewajibkan zakat fitrah sebanyak 1 sha’ kurma atau 1 sha’ sya’ir, dan (diwajibkan) baik atas orang merdeka ataupun budak, laki-laki ataupun perempuan, dewasa ataupun anak-anak” (HR. Bukhari dan Muslim)
Takaran zakat fitrah adalah 1 sha’ (2,5 kg sampai dengan 3 kg).
Manfaat zakat fitrah
Manfaat zakat fitrah adalah:
1- Sebagai pembersih atau penyuci jiwa orang yang berpuasa dari perkataan yang tidak ada manfaatnya dan perkataan yang keji.
2- Sebagai subsidi makanan bagi orang-orang miskin.
Sahabat Ibnu Abbas c berkata: “Rasulullah r telah mewajibkan zakat fitrah sebagai penyuci jiwa orang yang berpuasa dari perkataan yang tidak ada manfaatnya dan perkataan yang keji, dan sebagai makanan bagi orang-orang miskin” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)
Kapan zakat fitrah dibayarkan ?
Zakat fitrah dibayarkan pada hari raya Idul Fitri sebelum shalat Id dilaksanakan (ini adalah waktu yang paling utama), boleh juga sehari atau dua hari sebelum Idul Fitri. Oleh karenanya dinamakan Zakat Fitrah. Dahulu, setelah umat Islam semakin banyak, sebagian para sahabat membayarkan zakat fitrah sehari atau dua hari sebelum hari raya Idul Fitri, sebagaimana disebutkan dalam atsar Ibnu Umar c yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Shahih-nya. Kapan saja zakat fitrah dibayarkan pada salah satu dari waktu-waktu tersebut maka terhitung sebagai zakat yang diterima. Sebagaimana hadits:
فَمَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلاَةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُوْلَةٌ وَ مَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلاَةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ
“Barangsiapa membayarnya sebelum shalat Id maka ia adalah zakat yang diterima, dan barangsiapa menunaikannya setelah selesai shalat Id maka itu adalah shadaqah dari shadaqah-shadaqah biasa”. (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah).
Kepada siapa zakat fitrah diberikan ?
Zakat fitrah tidak seperti zakat-zakat lain dalam hal sasaran pembagian. Karena zakat fitrah hanya diberikan kepada fakir – miskin, tidak kepada selainnya. Hal ini berdasarkan hadits:
طُعْمَةً لِلْمَسَاكِيْنِ
“Zakat fitrah sebagai makanan bagi orang-orang miskin”. (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah).
Bolehkah zakat fitrah dibayar dengan uang tunai ?
Jumhur (mayoritas) ulama tidak membolehkan zakat fitrah dibayar dengan uang, karena yang demikian tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah r, sementara sangat memungkinkan di masa beliau r zakat fitrah dibayar dengan uang (dinar atau dirham). Namun, beliau memerintahkan untuk membayar zakat fitrah dengan kurma atau sya’ir (bahan makanan pokok di masa itu). Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Muhammad r. (Lihat Fatawa Syaikh Bin Baz dan Al-Utsaimin).
Kapan kita ber-Idul Fitri ?
Hari raya Idul Fitri jatuh pada tanggal 1 Syawwal yang dihasilkan dari melihat bulan (ru’yatul hilal). Rasululah r bersabda: “Berpuasalah berdasarkan ru’yatul hilal dan berhari rayalah berdasarkan ru’yatul hilal. Jika terhalangi oleh mendung (atau semisalnya) maka genapkan bilangan (Ramadhan) menjadi 30 hari”. (HR. Bukhari)
Idul Fitri dan juga puasa Ramadhan merupakan syi’ar keutuhan dan kebersamaan umat Islam, yang semestinya tidak dinodai dengan perselisihan dan perpecahan diantara kaum muslimin. Padahal Rasulullah r telah mewasiatkan bahwa tolok ukur penentuan Idul Fitri itu berdasarkan keutuhan dan kebersamaan. Sebagaimana sabda Rasulullah r:
اَلصَّوْمُ يَوْمَ تَصُوْمُوْنَ وَ الْفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُوْنَ وَ اْلأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّوْنَ
“Puasa itu pada saat berpuasanya kaum muslimin, beridul fitri pada saat beridul fitrinya kaum muslimin, dan berkurban pada saat kaum muslimin berkurban”. (HR. Tirmidzi, shahih)
Sehingga para ulama terpandang seperti Syaikh Al-Albani, Syaikh Bin Baz dan Syaikh Ibnu Utsaimin menasehatkan agar setiap muslim mengikuti pemerintahnya masing-masing. (Lihat Asy-Syarhul Mumti’)
Merayakan Idul Fitri sesuai bimbingan Rasulullah r
Kami ingin mengajak kaum muslimin untuk merayakan Idul Fitri sesuai dengan bimbingan Rasulullah r. Jangan sampai perjalanan ibadah selama bulan Ramadhan justru ditutup dengan kemaksiatan. Mengingat sebagian kaum muslimin dalam merayakan Idul Fitri terjatuh pada hal-hal yang menyelisihi bimbingan Nabi Muhammad r, diantaranya adalah:
1- Menghambur-hamburkan uang untuk sesuatu yang tidak ada manfaatnya atau bahkan mendatangkan mudharat (bahaya), baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain, seperti membelikan anak petasan (mercon) atau yang sejenisnya. Padahal sudah dimaklumi bahwa petasan tidak ada manfaatnya, bahkan bermudharat, baik mudharat tersebut kembali pada dirinya maupun orang lain. Maka dari itu, janganlah membelikan petasan atau yang sejenisnya untuk anak-anak, karena merupakan:
- Pemborosan uang (mubadzdzir). Sesungguhnya Allah k telah melarang dari perbuatan membuang-buang harta untuk sesuatu yang tidak ada manfaatnya. Sebagaimana firman-Nya:
إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ
“Sesungguhnya para pemboros itu adalah saudara-saudara setan”. (Al-Isra’: 27)
- Mengganggu orang lain. Rasulullah r bersabda:
اَلْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَ يَدِهِ
“Seorang muslim yang baik adalah yang apabila muslim lainnya selamat dari gangguan lisan dan tangannya”. (Muttafaqun ‘alaihi).
- Tidak taat kepada pemerintah dalam perkara yang baik. Allah k berfirman
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأمْرِ مِنْكُمْ
“Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah, dan taatlah kepada Rasulullah, dan waliyyul amr (pemerintah) kalian”. (An-Nisa’: 59)
2- Berjabat tangan dengan lawan jenis yang bukan mahram. Kebiasaan tersebut diluar bimbingan Rasulullah r, karena beliau r tidak pernah menjabat tangan wanita yang bukan mahramnya, bahkan ketika para wanita membaiat Rasulullah r, beliau tidak menjabat tangan mereka. Sahabiyah Aisyah d berkata: “Demi Allah, tangan Rasulullah r tidak pernah menyentuh tangan seorang wanita (yang bukan mahram) sekalipun dalam berbaiat. Dan tidaklah beliau membaiat mereka kecuali dengan ucapannya (tanpa berjabat tangan)”. (HR. Bukhari dan Muslim).
3- Mendatangi tempat-tempat hiburan / maksiat.
Penutup
Semoga Allah k menerima amalan-amalan ibadah kita semua, mengampuni dosa-dosa kita semua, dan menggolongkan kita kepada golongan orang-orang yang bertakwa dengan puasa Ramadhan yang kita laksanakan. Amin..
Wallahu a’lamu bish shawab
[Dikutip dari buletin Al-Ilmu – Jember, edisi: 121/IX/IV/1427 dan 35/IX/VII/1430, dengan beberapa perubahan dari kami]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan anda berkomentar, namun tetap jaga kesopanan dengan tidak melakukan komentar spam