STAFF BULETIN AL-MANSHUROH - AMBON

Diterbitkan oleh: Yayasan Abu Bakr Ash-Shiddiq, BTN Kebun Cengkeh Blok.B14 No.20, Batu Merah - Ambon. Penasehat: Ust. Abdul Wahab Lumaela, Ust. Abdussalam, Ust. Abu Bakr, Ust. Saifullah, Ust. Shadiqun, Ust. Ismail. Pemimpin Usaha: Didi Dzulkifli, ST. Tim Khusus: Ir. Tris. M, Pemimpin Redaksi: Ibnu Shalih. Redaktur Pelaksana: Adam.Y. Sirkulasi: Yudi.A.H, Abu Khalid, Muadz. Sekretaris Umum: Isra Budi. Bendahara: Andi Ibrohim. Wakil Bendahara: Abu Azzam. Alamat Redaksi: Masjid Abu Bakr Ash-Shiddiq, Kampung Muhajirin (Belakang Perum DPRD). Rekomendasi Kanwil Dep. Agama Nomor: Kw.25.4/4/BA.00/635/2009


Senin, 27 Desember 2010

12 _ MARILAH KITA BERJIHAD UNTUK MEMERANGI HAWA NAFSU _ Ust Abdussalam -hafizhahullah-

Kaum muslimin hamba Allah yang semoga Allah merahmati kita semua, perlu diketahui oleh kita bahwa dasar pokok agama kita adalah sebagaimana yang telah diterangkan oleh Rasulullah r, beliau bersabda:
أَلَا أُخْبِرُكَ بِرَأْسِ الْأَمْرِ كُلِّهِ وَعَمُودِهِ وَذِرْوَةِ سَنَامِهِ قُلْتُ بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ رَأْسُ الْأَمْرِ الْإِسْلَامُ وَعَمُودُهُ الصَّلَاةُ وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الْجِهَادُ
“Maukah aku kabarkan kepadamu kepala dari semua kebaikan dalam perkara agama itu, tiangnya dan puncak ketinggiannya ?”, aku (Muadz) berkata: “Tentu wahai Rasulullah”, lalu beliau r bersabda: “Kepala dari semua kebaikan dalam perkara agama adalah Al-Islam, tiangnya adalah shalat  dan puncak ketinggiannya adalah Al-Jihad” (HR. Tirmidzi, shahih)

Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad –hafizhahullah- menerangkan tentang yang dimaksud dalam hadits: “Al-Jihad adalah  mencakup jihad melawan hawa nafsu dan jihad melawan musuh dari orang kafir dan munafiqin, dan beliau r mensifatkan jihad sebagai ketinggian agama Islam sebab didalam jihad ada kekuatan kaum muslimin dan kejayaan Islam yang telah melebihi diatas seluruh agama yang lain" [Fathul Qawiyyil Matin Syarah Al-Arbain An-Nawawi]
Dan jihad didalam Islam menurut Syaikh Hamd bin Ibrahim Al-Utsman –hafizhahullah- (murid Syaikh Al-Utsaimin) menerangkan: "Al-Jihad adalah mencurahkan segenap usaha untuk mewujudkan suatu amal yang dicintai oleh Allah U, ini makna jihad secara umum dan luas, maka termasuk didalamnya adalah beramal shalih, dan dengan pengertian ini maka jelaslah kerusakan dan penyimpangan cara berfikir sekelompok jamaah dimana mereka telah salah besar dalam menamakan Al-Jihad dengan makna Jihadus Sinan (berperang dengan mengangkat senjata semata)” [Al-Jihad anwa’uhu wa ahkamuhu hal.11]
Ayat Allah yang menjelaskan tentang makna jihad seperti disebutkan  dalam firman Allah:
وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ
“Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya” (Al-Hajj: 78)
Imam Al-Baghawi –rahimahullah- dalam tafsirnya menyebutkan: “Ada pendapat menyatakan: “Berjihadlah (perangilah) musuh-musuh Allah dijalan Allah dengan sebenar-benar jihad yakni kerahkan segenap kemampuan untuk berjihad, hal ini dikatakan oleh Ibnu Abbas –radhiyallahu ‘anhuma- dan telah ditambahkan: “Dan janganlah kalian takut karena Allah terhadap celaan orang yang mencerca, dan ini adalah sebenar-benar jihad”
Imam Adh-Dhahhak –rahimahullah- mengatakan: “Beramallah kalian dengan sebenar-benarnya dan beribadahlah dengan sebenar-benar ibadah”.
Abdullah Ibnul Mubarak –rahimahullah- telah berkata: “Dalam ayat tersebut terdapat perintah untuk berjihad memerangi hawa nafsu, dan ini adalah jihad yang terbesar dan sebenar-benar jihad".
Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah telah memberikan rincian tentang jihad dalam kitab Zaadul Ma’ad (2/70): “Pasal: beberapa tingkatan jihad. Bila telah diketahui perkara jihad maka jihad memiliki 4 tingkatan:
1.   Jihadun Nafs
2.   Jihadusy Syaithan
3.   Jihadul Kuffar
4.   Jihadul Munafiqin
Disini penulis ingin menguraikan beberapa tingkatan jihad yang telah disebutkan oleh Imam Ibnul Qayyim –rahimahullah- dengan ditambahkan beberapa dalilnya.
1.  Jihadun Nafs
Yaitu jihad dalam memerangi hawa nafsu. Rasulullah r telah menjelaskan dalam hadits: Dari Fadhalah bin Ubaid t berkata: Aku telah mendengar Rasulullah r bersabda:
اَلْمُجَاهِدُ مَنْ جَاهَدَ نَفْسَهُ فِي اللهِ
“Seorang Mujahid adalah orang yang berjuang untuk memerangi hawa nafsunya karena Allah” (HR. Tirmidzi, shahih)
Bahkan beliau r mengatakan bahwa Jihadun Nafs adalah seutama-utama jihad. Dalam sebuah hadits disebutkan:
عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ: سَأَلْتُ رَسُوْلَ اللهِ r: أَيُّ الْجِهَادِ أَفْضَلُ ؟, قَالَ: أَفْضَلُ الْجِهَادِ أَنْ تُجَاهِدَ نَفْسَكَ وَ هَوَاكَ فِي ذَاتِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ
Dari Abu Dzar t berkata: “Aku bertanya kepada Rasulullah r: “Jihad manakah yang paling utama ?”, beliau bersabda: “Seutama-utama jihad adalah engkau memerangi dirimu dan hawa nafsumu karena dzat Allah U (HR. Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah, shahih)
Ibnu Baththal –rahimahullah- berkata dalam Syarah Bukhari: “Jihad seorang hamba dalam memerangi hawa nafsu adalah jihad yang paling sempurna, Allah U berfirman:
وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى * فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى
“Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Rabbnya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya)” (An-Nazi’at: 40-41)
Al-Hafizh Ibnu Hajar –rahimahullah- dalam kitab Fathul Bari berkata dengan menukil perkataan Ibnu Baththal: “Dan termasuk dari menahan hawa nafsu adalah mencegah dirinya dari bermaksiat (pelanggaran terhadap syariat Allah baik menyia-nyiakan hal yang wajib atau melakukan hal yang terlarang) dan mencegah diri dari syubhat   (kerancuan dalam beragama) dan juga menahan diri dari seringkali mengikuti syahwat yang mubah, dan ini semua dimaksudkan untuk lebih banyak terkonsentrasikan dengan akhiratnya”, dikatakan oleh Al-Hafizh: “Dan hal ini juga dimaksudkan agar tidak menjadi kebiasaan yang menyeret kepada syubhat lalu tidak merasa aman untuk jatuh dalam hal yang haram”
Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah- berkata: “Musuh kamu bukanlah orang yang jika engkau membunuhnya niscaya kamu akan mendapatkan ganjaran dengan sebab itu, hanyalah musuhmu adalah jiwamu (hawa nafsumu) yang ada dikedua sisimu, maka perangilah hawa nafsumu lebih keras dari pada kamu memerangi musuhmu”
Ali bin Abi Thalib t berkata: “Pertama yang kalian akan kehilangan dari agama kalian adalah jihad dalam memerangi hawa nafsu kalian”
Al-Imam Ibnul Qayyim –rahimahullah- dalam kitab Zaadul Ma’ad berkata tentang jihad memerangi hawa nafsu, ada beberapa tingkatan:
1)                 Berusaha semaksimal mungkin untuk ditundukkan hawa nafsunya agar mau mempelajari petunjuk dan agama yang benar yang tidak ada kebahagiaan didunia dan diakhirat kecuali dengan kebenaran, dan barang siapa terluputkan dalam mengkaji ilmu yang benar niscaya akan celaka dunia dan akhirat
2)                 Berusaha semaksimal mungkin untuk ditundukkan hawa nafsunya agar mau beramal sesuai dengan ilmunya, jika tidak demikian maka semata-mata ilmu saja tanpa amal meskipun tidak memudharatkan tapi itu tidaklah bisa memberikan manfaat
3)                 Berusaha semaksimal mungkin untuk ditundukkan hawa nafsunya agar mau berdakwah dijalan yang benar dan mengajarkan kepada orang yang belum mengetahuinya, jika tidak demikian niscaya dia termasuk orang yang menyembunyikan ilmu yang Allah turunkan berupa petunjuk, ilmunya tidak bermanfaat dan tidak bisa menyelamatkannya dari azab Allah
4)                 Berusaha semaksimal mungkin untuk ditundukkan hawa nafsunya agar bersabar dalam menanggung resiko dakwah ke jalan Allah dan gangguan manusia
Maka bila dia telah menyempurnakan 4 tingkatan ini niscaya dia akan menjadi generasi Rabbani seorang hamba muslim yang terdidik dengan bimbingan dari Allah".
2.  Jihadusy Syaithan
Jihad memerangi setan, ini ada 2 tingkatan:
1)                 Jihadnya adalah mencegah semua yang akan dibisikkan oleh setan kepada hamba dari berbagai syubhat   (kerancuan pemahaman agama) dan keraguan yang akan menciderai keimanannya
2)                 Jihadnya adalah mencegah semua yang akan dibisikkan oleh setan kepada hamba dari keinginan niat yang rusak dan nafsu syahwat
Untuk memerangi yang pertama (yaitu syubhat   kerancuan dalam pemahaman agama yang disebabkan oleh bisikan setan  untuk menyimpang dari kebenaran dan mengikuti kebatilan yang diindahkan oleh setan  sebagai kebenaran), setelah diketahui bahwa hal itu adalah syubhat maka untuk memeranginya adalah ditempuh dengan mencari jalan yang meyakinkan dari ajaran agama yang datang dari Rasulullah r. Dan untuk memerangi yang kedua (keinginan niat yang rusak dan nafsu syahwat) setelah diketahui hal tersebut adalah ditempuh dengan mencari kesabaran, dan Allah r telah berfirman:
وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ
“Dan Kami jadikan diantara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami” (As-Sajdah: 24)
Dikatakan oleh Imam Ibnul Qayyim –rahimahullah-: "Allah telah mengkabarkan bahwa kepemimpinan dalam agama hanyalah diraih dengan kesabaran dan keyakinan, maka sabar itu bisa menolak segala keinginan syahwat dan niat yang rusak, dan keyakinan itu bisa menolak segala keraguan dan kesyubhatan”
3.  Jihadul Kuffar dan Munafiqin
Untuk jihad ini ada 4 tingkatan:
1)     Dengan hati
2)     Dengan lisan
3)     Dengan harta
4)     Dengan jiwa
Jihad memerangi orang kafir lebih dikhususkan dengan kekuatan tangan, dan jihad terhadap orang munafiqin lebih dikhususkan dengan menggunakan lisan.
Semoga Allah memberi kekuatan kepada kita semua agar bisa mengamalkan perkara yang agung dalam syariat ini, yakni Al-Jihad sesuai dengan masing-masing tingkatannya. Wallahu a’lam bish shawab.
وَ صَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَ صَحْبِهِ وَ سَلَّمَ



Pertanyaan:
Apa hukumnya kita shalat di ruangan yang di bawahnya dibuat sapiteng (tempat penampungan kotoran manusia)?
Abdurrahman_Namlea (085343009XXX)
Dijawab oleh Ustadz Abu Bakr
Pada asalnya semua tempat di bumi ini bisa dijadikan tempat untuk shalat kecuali tempat-tempat yang dilarang untuk shalat disana sesuai dengan petunjuk Rasulullah r. Bersabda Rasulullah r :
وَجُعِلَتْ لِيَ اْلأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا
“Dijadikan untukku bumi ini sebagai masjid (tempat shalat) yang suci” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dikecualikan oleh Rasulullah r tempat-tempat seperti kamar mandi, kuburan, kandang onta, sebagaimana datang hadits-hadits shahih tentang larangan untuk shalat di tempat-tempat tersebut. Adapun pertanyaan diatas maka jawabannya kembali kepada hadits-hadits diatas, kalau memang tempat tersebut adalah ruangan yang asalnya suci hanya saja dibawahnya dijadikan tempat pembuangan kotoran (sapiteng), selama tempat tersebut suci maka bisa dijadikan tempat untuk shalat, sebagaimana hal ini merupakan pendapat para ulama seperti Ibnu Qudamah –rahimahullah- dan yang lainnya. Wallahu a’lam.



Pertanyaan:
Dimanakah posisi imam dan makmum bila wanita shalat berjamaah hanya 2 orang..? haruskah juga bagi keduanya untuk merapatkan shaf..?
Muna_Batu Merah (085343017XXX)
Dijawab oleh Ustadz Abu Bakr
Apabila hanya dua orang maka posisi imam sejajar dengan makmum dan keduanya merapatkan shaf sebagaimana shalatnya Rasulullah r bersama Ibnu Abbas –radhiyallahu ‘anhuma- yang disebutkan dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim. Adapun wanita maka shalat mereka sama seperti shalat laki-laki. Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan anda berkomentar, namun tetap jaga kesopanan dengan tidak melakukan komentar spam