Asal muasal manusia
Keberadaan manusia di muka bumi ini bukan dengan sendirinya atau di-kehendaki orang tuanya atau ada tanpa disengaja, tetapi ada yang menciptakannya yaitu Dzat yang telah menciptakan alam ini beserta segala apa yang ada di dalamnya. Allah U berfirman:
أَمْ خُلِقُوا مِنْ غَيْرِ شَيْءٍ أَمْ هُمُ الْخَالِقُونَ
"Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)?". (Ath-Thur: 35)
Maka sesungguhnya manusia tidaklah menciptakan dirinya sendiri, karena sebelum adanya adalah tidak ada, dan sesuatu yang tidak ada tidak bisa menciptakan sesuatu, tidak pula orang tuanya, tidak pula ada secara kebetul-an tanpa adanya yang mencipta, karena setiap yang baru pasti ada yang menciptakan. Dan keadaan makhluk-makhluk di atas susunan yang teratur lagi rapih merupakan bantahan yang jelas kalau keberadaan manusia itu ada secara kebetulan, karena keberadaan sesuatu secara kebetulan tidak akan teratur pada asal wujudnya. Maka jelas keberadaan manusia di muka bumi ini ada yang menciptakan, memerintah dan mengaturnya. Dan Dzat yang men-ciptakan dan memerintah manusia hanyalah Allah U. Allah U berfirman:
أَلا لَهُ الْخَلْقُ وَالأمْرُ
"Ingatlah, menciptakan dan me-merintah hanyalah hak Allah". (Al-A'raf: 54)
Diantara firman Allah U yang menyatakan bahwa Allahlah yang menciptakan manusia yaitu sebagai berikut:
هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ طِينٍ ثُمَّ قَضَى أَجَلا وَأَجَلٌ مُسَمًّى عِنْدَهُ ثُمَّ أَنْتُمْ تَمْتَرُونَ
"Dialah yang menciptakan kalian dari tanah, sesudah itu ditentukannya ajal (kematian), dan ada lagi suatu ajal yang ada pada sisi-Nya (Dia sendirilah yang mengetahuinya), kemudian kalian masih ragu-ragu (tentang kebangkitan itu)". (Al-An'am: 2)
وَلَقَدْ خَلَقْنَاكُمْ ثُمَّ صَوَّرْنَاكُمْ
"Sesungguhnya Kami telah men-ciptakan kalian, lalu Kami bentuk kalian". (Al-A'raf: 11)
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ مِنْ صَلْصَالٍ مِنْ حَمَإٍ مَسْنُونٍ
"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk". (Al-Hijr: 26)
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ إِذَا أَنْتُمْ بَشَرٌ تَنْتَشِرُونَ
"Dan diantara tanda-tanda ke-kuasaan-Nya ialah Dia menciptakan kalian dari tanah, kemudian tiba-tiba kalian (menjadi) manusia yang berkembang biak". (Ar-Rum: 20)
خَلَقَ الإنْسَانَ مِنْ صَلْصَالٍ كَالْفَخَّارِ
"Dia menciptakan manusia dari tanah kering seperti tembikar". (Ar-Rahman: 14)
اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ
"Allah menciptakan segala sesuatu". (Az-Zumar: 62)
Dari ayat-ayat ini kita mengetahui dan mengimani bahwasannya keberadaan manusia di muka bumi ini diciptakan dan dikehendaki oleh Allah U.
Untuk apa manusia diciptakan ?
Jawabannya adalah terdapat pada firman-firman Allah U, diantaranya:
إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
"Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali". (Al-Baqarah: 156)
أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لا تُرْجَعُونَ * فَتَعَالَى اللَّهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ لا إِلَهَ إِلا هُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيمِ
"Maka apakah kalian mengira bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kalian secara main-main (saja), dan bahwa kalian tidak akan dikembalikan kepada Kami ?. Maka Maha Tinggi Allah, Raja yang sebenarnya, tidak ada sesembahan (yang berhak disembah) selain Dia, Rabb (yang mempunyai) 'Arsy yang mulia". (Al-Mu'minun: 115-116)
أَيَحْسَبُ الإنْسَانُ أَنْ يُتْرَكَ سُدًى * أَلَمْ يَكُ نُطْفَةً مِنْ مَنِيٍّ يُمْنَى * ثُمَّ كَانَ عَلَقَةً فَخَلَقَ فَسَوَّى * فَجَعَلَ مِنْهُ الزَّوْجَيْنِ الذَّكَرَ وَالأنْثَى * أَلَيْسَ ذَلِكَ بِقَادِرٍ عَلَى أَنْ يُحْيِيَ الْمَوْتَى
"Apakah manusia mengira bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggung jawaban)?. Bukankah dia dahulu setetes mani yang di-tumpahkan (ke dalam rahim)?. Kemudian mani itu menjadi segumpal darah, lalu Allah menciptakannya, dan menyempurnakannya?. Lalu Allah menjadikan daripadanya sepasang laki-laki dan perempuan. Bukankah (Allah yang berbuat) demikian berkuasa (pula) menghidupkan orang mati?". (Al-Qiyamah: 36-40)
Kita akan kembali kepada Allah U untuk mempertanggung jawabkan perbuatan-perbuatan kita selama di dunia fana ini. Jika kebaikan yang dilakukan di dunia maka kebaikan pula yang akan dirasakan, dan jika kejelek-an yang dilakukan maka kejelekan pula yang akan dirasakan. Allah U berfirman:
فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ * وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ
"Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan ke-jahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula". (Az-Zalzalah: 7-8)
Karena kita akan kembali kepada Allah U untuk mempertanggung jawabkan perbuatan-perbuatan kita selama di dunia maka wajib atas kita mem-perbanyak melakukan ibadah-ibadah yang disyariatkan oleh Allah U menurut cara Nabi Muhammad r dengan pemahaman salaf agar ibadah kita diterima oleh Allah U.
Definisi ibadah
Ketahuilah bahwasannya ibadah adalah nama yang meliputi segala sesuatu yang diridhai dan dicintai oleh Allah U baik berupa perbuatan maupun perkataan yang lahir maupun yang batin, sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah –rahimahullah-.
Dengan demikian ibadah tidak terbatas oleh dinding masjid, tidak dibatasi oleh waktu, akan tetapi kapan saja dan dimana saja orang bisa beribadah.
Memang disana ada ibadah-ibadah yang terkait dengan waktu dan tempat, maka tunaikan ibadah itu sesuai dengan waktu dan tempatnya, seperti shalat lima waktu terkait dengan waktu maka tunaikan pada waktu-waktunya, pelaksanaan ibadah haji terkait dengan tempat dan waktu maka ditunaikan pada tempat dan waktu yang telah ditetapkan oleh syariat.
Sedangkan ibadah-ibadah yang tidak terkait dengan waktu dan tempat maka dilakukan kapan saja dan dimana saja, seperti berucap baik, amar ma'ruf nahi mungkar, berbuat baik kepada orang tua dan lain-lain.
Bagi orang yang mengerti makna ibadah seperti yang dikatakan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah –rahimahullah- diatas maka kehidupannya akan penuh dengan ibadah-ibadah, berbeda dengan orang yang hanya memahami ibadah itu hanya di masjid saja.
Syarat diterimanya ibadah
Tentunya dalam melakukan ibadah kita mengharapkan ibadah kita diterima oleh Allah U, sehingga apa yang kita perbuat tidak sia-sia. Oleh karena demikian, maka ibadah yang kita lakukan harus memenuhi syarat-syarat diterimanya ibadah. Dan syarat diterimanya ibadah itu ada dua perkara, yaitu:
1) Ikhlas karena Allah U dalam melaksanakannya. Allah U berfirman:
وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ
"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya beribadah kepada Allah dengan ikhlas (memurnikan) ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama". (Al-Bayyinah: 5)
2) Mencontoh / mengikuti Nabi Muhammad r dalam melaksanakan-nya. Berdasarkan sabda Nabi r:
مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
"Barangsiapa mengamalkan suatu amalan yang tidak ada perintah dari kami maka amalan itu tertolak" (HR. Muslim)
Wallahu a'lam bish shawab.
وَ صَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَ صَحْبِهِ وَ سَلَّمَ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan anda berkomentar, namun tetap jaga kesopanan dengan tidak melakukan komentar spam