STAFF BULETIN AL-MANSHUROH - AMBON

Diterbitkan oleh: Yayasan Abu Bakr Ash-Shiddiq, BTN Kebun Cengkeh Blok.B14 No.20, Batu Merah - Ambon. Penasehat: Ust. Abdul Wahab Lumaela, Ust. Abdussalam, Ust. Abu Bakr, Ust. Saifullah, Ust. Shadiqun, Ust. Ismail. Pemimpin Usaha: Didi Dzulkifli, ST. Tim Khusus: Ir. Tris. M, Pemimpin Redaksi: Ibnu Shalih. Redaktur Pelaksana: Adam.Y. Sirkulasi: Yudi.A.H, Abu Khalid, Muadz. Sekretaris Umum: Isra Budi. Bendahara: Andi Ibrohim. Wakil Bendahara: Abu Azzam. Alamat Redaksi: Masjid Abu Bakr Ash-Shiddiq, Kampung Muhajirin (Belakang Perum DPRD). Rekomendasi Kanwil Dep. Agama Nomor: Kw.25.4/4/BA.00/635/2009


Senin, 07 November 2011

53 _ Mendidik Jiwa Dengan Berqurban _ Ust. Abu Bakr -hafizhahullah-

Definisi Qurban (Al-Udhhiyah)
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin r menjelaskan definisi binatang qurban atau udhhiyah dengan mengatakan: “Al-Udhhiyah adalah hewan yang disembelih pada hari-hari nahr (penyembelihan), dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah c, dan dinamakan demikian karena penyembelihan dilakukan pada waktu dhuha setelah shalat ‘ied.” (Syarhul Mumti’ 3/388)
Al-Imam Ibnul Qayyim r berkata: “Qurban untuk Al-Khaliq (Sang Pencipta, yaitu Allah c) menggantikan kedudukan tebusan bagi jiwa yang mesti akan lenyap (mati). Allah c berfirman:
وَلِكُلِّ أُمَّةٖ جَعَلۡنَا مَنسَكٗا لِّيَذۡكُرُواْ ٱسۡمَ ٱللَّهِ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُم مِّنۢ بَهِيمَةِ ٱلۡأَنۡعَٰمِۗ
“Dan bagi setiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (qurban) agar mereka menyebut nama Allah atas rizqi yang dikaruniakan Allah kepada mereka berupa hewan ternak.” (Al-Hajj: 34)
 Jadi penyembelihan dan pengaliran darah binatang qurban atas nama Allah c selalu disyariatkan pada semua agama (umat-umat sebelumnya dan umat ini).” (Al-Mulakhash Al-Fiqhi: 255)
Seseorang yang berqurban, ia telah mendekatkan diri kepada penciptanya yaitu Allah c dengan menebus jiwanya yang akan lenyap tersebut dengan  penyembelihan hewan qurban sebagai gantinya. Ia mempersembahkan kepada Allah c persembahan terbaik yang diidentikkan sebagai jiwanya, yaitu hewan ternak yang dikaruniakan Allah c kepadanya. Sebagai konsekuensinya, sudah sepantasnya ia memilih hewan qurban yang paling bagus, baik dari keadaan hewan tersebut maupun dari sisi harganya. Dari sisi keadaan hewan qurban, ia akan memilih binatang yang gemuk, sehat, tidak sakit, dan selamat dari cacat. Adapun dari sisi harga, ia memilih binatang ternak yang paling mahal. Dia mengeluarkan sebagian hartanya ini untuk menjalankan perintah Allah c, sebagaimana firman Allah c:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَٱنۡحَرۡ
“Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu dan berqurbanlah untuk-Nya!.” (Al-Kautsar: 2)
Berkaitan dengan ayat ini, Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di r menjelaskan dalam tafsirnya: “Shalat dan qurban disebutkan secara spesifik (khusus), karena keduanya termasuk jenis ibadah yang paling utama dan bentuk pendekatan diri (kepada Allah c) yang paling mulia. Selain itu, di dalam ibadah shalat terkandung ketundukan hati dan anggota badan untuk Allah c dan perpindahan gerak anggota-anggota badannya dalam bentuk-bentuk ritual penyembahan. Sementara itu, pada ibadah qurban terdapat upaya pendekatan diri kepada Allah c dengan harta yang paling utama yang dimiliki oleh seorang hamba berupa hewan sembelihan. Bentuk taqarrub (pendekatan diri pada Allah) lainnya adalah pengeluaran harta untuk ibadah qurban ini, sedangkan jiwa memiliki watak mencintai harta tersebut dan bakhil untuk mengeluarkannya.”
Berqurban dan Kesehatan Jiwa
Allah c berfirman:
ذَٰلِكَۖ وَمَن يُعَظِّمۡ شَعَٰٓئِرَ ٱللَّهِ فَإِنَّهَا مِن تَقۡوَى ٱلۡقُلُوبِ
“Demikianlah (perintah Allah). Barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya hal itu timbul dari ketaqwaan hati.” (QS. Al-Hajj: 32)
Al-Hafizh Ibnu Katsir r menjelaskan: “Allah berfirman (وَ مَن يُّعَظِّمْ شَعَائِرَ اللهِ) (barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah) yaitu perintah-perintah-Nya. (فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ) (maka sesungguhnya hal itu timbul dari ketaqwaan hati) termasuk dari bentuk pengagungan adalah membesarkan hewan-hewan sembelihan dan unta-unta, sebagaimana perkataan Hakm dari Maqsam dari Ibnu Abbas k beliau berkata: “Membesarkan hewan-hewan tersebut adalah dengan menggemukkannya dan memperbagusnya.”
Asy-Syaikh As-Sa’di r menafsirkan ayat di atas dengan mengatakan: “Demikianlah yang telah kami sebutkan kepada kalian tentang pengagungan terhadap kehormatan-kehormatan-Nya dan juga syiar-syiar-Nya. Yang dimaksud dengan syiar-syiar-Nya adalah panji-panji agama yang tampak, misalnya seperti manasik seluruhnya, sebagaimana firman Allah c:
إِنَّ ٱلصَّفَا وَٱلۡمَرۡوَةَ مِن شَعَآئِرِ ٱللَّهِۖ
“Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah sebagian dari syiar Allah.”
Di antara syiar-syiar Allah adalah hewan hadyu (sembelihan jemaah haji) dan qurban untuk Baitullah. Makna mengagungkan hewan qurban adalah memperlakukannya dengan baik, melaksanakan qurban, menyempurnakannya semaksimal kemampuan seorang hamba. Di antara syiar Allah yang lain adalah hewan sembelihan haji (hadyu), maka makna mengagungkan Al-Hadyu ini adalah dengan memperbagusnya dan menggemukkannya, serta upaya menyempurnakannya dari segala sisinya. Jadi, pengagungan terhadap syiar-syiar Allah itu muncul dari ketaqwaan kalbu. Orang yang mengagungkan syiar Allah, ia telah membuktikan ketaqwaan dan kebenaran imannya, karena pengagungan terhadap syiar-syiar mengikuti pengagungan terhadap Allah.”
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Qasim r menjelaskan ayat 32 surat Al-Hajj, beliau berkata: “Sesungguhnya pengagungan terhadap syiar-syiar Allah termasuk dari perbuatan orang-orang yang memiliki ketaqwaan kalbu. Dikhususkan penyebutan kalbu karena kalbu adalah pusat dari ketaqwaan, dan barangsiapa yang keikhlasan bersemayam dalam kalbunya, dia akan bersungguh-sungguh dalam melaksanakan ketaatan tersebut di atas jalan keikhlasan.” (Hasyiyatur Raudh: 4/217)
Dari ayat dan penjelasan para ulama tentang ayat tersebut, jelaslah bagi kita adanya hubungan antara berqurban dan kesehatan jiwa. Terlebih lagi, secara khusus ayat tersebut berbicara tentang salah satu syiar-syiar Allah c yaitu ibadah qurban. Penjelasannya adalah, pengagungan hewan qurban dengan memilih binatang qurban yang paling bagus dan paling mahal, bersumber dari ketaqwaan yang ada di dalam hati. Dengan kata lain, kebaikan dan kesehatan hati seorang hamba  terlihat dari pelaksanaan syariat qurban yang dilakukannya, serta sejauh mana dia mengagungkan dan bersungguh-sungguh dalam pelaksaannya. Hal ini juga telah tersirat dan sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Ash-Shadiqul Mashduq Rasulullah g yang berkata dalam haditsnya, dari sahabat Nu’man bin Basyir h, Rasulullah g bersabda:
وَ إِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلُحَتْ صَلُحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَ إِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلاَ وَ هِيَ الْقَلْبُ
Sesungguhnya di dalam tubuh ada segumpal daging yang apabila baik segumpal daging itu, maka baik pulalah seluruh tubuh, dan apabila jelek maka jelek pulalah seluruh tubuh tersebut, ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah kalbu.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Al-Hafizh Ibnu Rajab r berkata tentang hadits ini: “Dalam hadits ini terdapat isyarat bahwa baiknya gerakan seorang hamba dengan anggota badannya, penghindarannya dari hal-hal yang diharamkan, serta penjagaannya dari syubhat-syubhat, tergantung dari pergerakan hatinya.” (Jami’ul Ulum wal Hikam: 1/210)
Demikianlah wahai saudaraku, seseorang yang berqurban, ia sedang  berusaha mendidik dan menundukkan jiwanya untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah c dan tidak bakhil dengan harta yang telah dikaruniakan Allah c kepadanya. Dirinya yakin bahwa jiwanya, hartanya, bahkan seluruh apa yang dimiliki dan dicintainya di dunia ini, semuanya adalah kepunyaan Allah dan semuanya akan lenyap dan kembali kepada Allah c. Diapun meyakini bahwa qurban yang dia persembahkan kepada Allah c tersebut tidak akan bermanfaat baginya apabila tidak disertai dengan keikhlasan dan ketaqwaan kepada Allah c. Allah berfirman:
لَن يَنَالَ ٱللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَآؤُهَا وَلَٰكِن يَنَالُهُ ٱلتَّقۡوَىٰ مِنكُمۡۚ
“Daging (hewan qurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketaqwaan kalian.” (Al-Hajj: 37)
Asy-Syaikh As-Sa’di r menafsirkan ayat ini: “Bukanlah maksud dari (hewan qurban) itu adalah dengan menyembelihnya saja. Tidaklah akan sampai daging dan darahnya kepada Allah c sedikitpun dikarenakan Allah c adalah Maha Kaya dan Maha Terpuji. Hanya saja, yang dapat sampai kepada Allah c itu adalah keikhlasan dalam persembahan tersebut, dengan penuh harap, serta niat yang shalih. Oleh karena itu Allah berfirman: (وَ لكِن يَّنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ) (Akan tetapi yang sampai kepadanya adalah ketaqwaan kalian). Pada ayat ini terdapat anjuran dan dorongan untuk ikhlas dalam berqurban, memaksudkannya hanya untuk Allah c semata, dan bukan untuk berbangga-bangga, riya’, sum’ah, dan bukan pula sekedar adat istiadat atau kebiasaan semata. Maka, demikianlah seluruh jenis ibadah, apabila tidak disertai dengan keikhlasan dan ketaqwaan kepada Allah c, maka ibadah tersebut menjadi seperti kulit yang tidak ada isinya dan seperti jasad yang tidak ada ruhnya.”
Saudaraku, jika seseorang berqurban, maka dia telah mencontoh dan meneladani panutannya yaitu Al-Khalil Nabi Ibrahim S. Ibrahim S telah dikenal dengan kuatnya keyakinan beliau kepada Allah c, serta kuatnya beliau S dalam melaksanakan perintah Allah c. Beliau S diuji oleh Allah c dengan cobaan yang jika cobaan yang sama diberikan kepada kita, maka sungguh kita tidak akan mampu menghadapinya. Nabi Ibrahim S merelakan anak kesayangan satu-satunya di saat itu, Nabi Ismail S untuk disembelih dan dikorbankan kepada Allah  c, dalam rangka menjalankan perintah Allah c. Ismail S adalah buah hati kesayangan satu-satunya, yang dinantikan kehadirannya setelah sekian lama beliau S belum dikaruniai seorang putra. Ibrahim S dan Ismail S memiliki masa-masa indah bersama, sampai datang perintah dari Rabbnya, Ismail harus dikorbankan kepada Allah c dengan dialirkan darahnya melalui tangan ayahnya S sendiri. Seorang laki-laki yang shalih dan seorang anak yang shalih… Mereka berdua yakin jika perintah tersebut datang dari Allah c, maka pasti dan pasti di dalamnya terkandung kebaikan dan hikmah yang agung ! Mereka berdua dengan ikhlas menjalankan perintah Allah c tersebut ! Tetapi, karena rahmat Allah c kepada hamba-Nya, Allah jadikan seekor hewan sembelihan sebagai gantinya. Dan syariat yang mulia ini senantiasa terus berjalan tegak pada umat ini sampai hari kiamat kelak.
Subhanallah ! Betapa sabarnya Nabi Ibrahim S dan Nabi Ismail S ! Betapa mulianya jiwa-jiwa mereka, dan betapa berharganya pelajaran dari teladan umat ini S dalam menjalankan ketaatan kepada Rabbnya !!.
Demikianlah wahai saudaraku, seseorang yang berqurban, maka secara sadar dia telah berusaha untuk mendidik jiwanya agar tetap sehat dan terjaga, serta untuk selalu mendekatkan diri kepada-Nya, tawadhu’, merasa butuh dan cinta sepenuh hati kepada Allah c, husnuzhan, sabar dalam melaksanakan perintah-Nya, keyakinan yang kuat dan ketanangan hati, serta tidak bakhil dengan harta yang dia miliki.
Ya Allah.., janganlah Engkau beri kami ujian sebagaimana ujian orang-orang shalih sebelum kami yang kami tidak mampu memikulnya.. Jadikanlah kami orang-orang yang mencintai orang-orang shalih sebelum kami dari para Nabi dan selain mereka, dan jangan jadikan kedengkian dalam hati kami terhadap mereka.. Kumpulkanlah kami dan keluarga kami bersama mereka di tempat kemuliaan-Mu yang abadi..
Akhirnya.. semoga pada momentum ‘Iedul Adha tahun ini, Allah c memberikan taufik-Nya kepada kita semua untuk menyucikan jiwa kita dengan memberikan persembahan yang terbaik kepada Allah c.
وَ اللهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَابِ وَ صَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَ صَحْبِهِ وَ سَلَّمَ.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan anda berkomentar, namun tetap jaga kesopanan dengan tidak melakukan komentar spam