STAFF BULETIN AL-MANSHUROH - AMBON

Diterbitkan oleh: Yayasan Abu Bakr Ash-Shiddiq, BTN Kebun Cengkeh Blok.B14 No.20, Batu Merah - Ambon. Penasehat: Ust. Abdul Wahab Lumaela, Ust. Abdussalam, Ust. Abu Bakr, Ust. Saifullah, Ust. Shadiqun, Ust. Ismail. Pemimpin Usaha: Didi Dzulkifli, ST. Tim Khusus: Ir. Tris. M, Pemimpin Redaksi: Ibnu Shalih. Redaktur Pelaksana: Adam.Y. Sirkulasi: Yudi.A.H, Abu Khalid, Muadz. Sekretaris Umum: Isra Budi. Bendahara: Andi Ibrohim. Wakil Bendahara: Abu Azzam. Alamat Redaksi: Masjid Abu Bakr Ash-Shiddiq, Kampung Muhajirin (Belakang Perum DPRD). Rekomendasi Kanwil Dep. Agama Nomor: Kw.25.4/4/BA.00/635/2009


Selasa, 16 Agustus 2011

51 _ RAMADHAN YANG DIBERKAHI _ Al-Ustadz Ismail _hafizhahullah-


A.     I’tikaf
1.    Definisi I’tikaf
·       I’tikaf secara bahasa yaitu mewajibkan sesuatu dan menahan diri atasnya. Allah l berfirman:
مَا هَذِهِ التَّمَاثِيلُ الَّتِي أَنتُمْ لَهَا عَاكِفُونَ
“Patung-patung apakah ini yang kamu tekun beribadah kepadanya?" (Al-Anbiya’: 52)
·       I’tikaf menurut hukum Islam, yaitu berdiam diri di masjid bagi orang yang dikhususkan dan sifat yang dikhususkan pula dengan tujuan untuk beribadah kepada Allah l.

2.    Hukum I’tikaf
Hukumnya mustahab berdasarkan dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, serta Ijma’ / kesepakatan ulama..
·       Adapun dalil dari Al-Qur’an, Allah l berfirman:
وَلاَ تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ
“Janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam masjid.” (Al-Baqarah: 187)
·       Hadits Rasulullah n riwayat Bukhari dan Muslim dari Aisyah x, Abdullah Ibnu Umar c dan Abu Sa’id z.
·       Adapun Ijma’ telah diriwayatkan selain dari Ijma’ (kesepakatan) ini sesungguhnya hukum i’tikaf adalah sunnah dan tidak diwajibkan kecuali dengan tekad yang bulat untuk beri’tikaf.
I’tikaf ini bertujuan untuk mendapatkan kebaikan dan mencari malam Lailatul Qadr / malam kemuliaan. Allah l berfirman:
إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِم مِّن كُلِّ أَمْرٍ سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?. Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (Al-Qadr: 1-5)
Berkata Aisyah x: Rasulullah n beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan. Rasulullah n bersabda:
تَحَرُّوا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْعَشْرِ اْلأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
“Hidupkanlah malam Lailatul Qadr / malam kemuliaan pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan” (HR. Bukhari dari Aisyah x)
Rasulullah n bersungguh-sungguh untuk menegakkan dan menghidupkan malam Lailatul Qadr pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan. Rasulullah n bersabda:
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيْمَانًا وَ احْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa yang menegakkan malam Lailatul Qadr dengan keimanan dan mengharapkan ridha Allah, diampuni baginya dosa yang telah lalu.” (Muttafaqun ‘alaih dari Abu Hurairah z )
3.    Tempat Untuk Beri’tikaf
Bagi laki-laki disunnahkan untuk beri’tikaf di masjid Jami’ (masjid besar) dan masjid itu merupakan tempat dilangsungkannya shalat Jum’at. Allah l berfirman:
وَلاَ تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ
“Janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam masjid.” (Al-Baqarah: 187)
Dan adapun bagi perempuan, mereka diperbolehkan untuk beri’tikaf di tempat shalat yang ada di rumahnya. [Kitab Ithaaful Anaami bi Ahkaami wa Masaaili Ash-Shiyaami]
4.    Hal-hal Yang Diperintahkan Bagi Orang Yang Beri’tikaf.
Bagi orang yang beri’tikaf hendaknya menyibukkan dirinya dengan perbuatan yang mendekatkan diri kepada Allah l dari ibadah yang ditetapkan di dalam agama Islam, seperti shalat, membaca Al-Qur’an, memuji Allah, menyanjung-Nya, dan membesarkan nama Allah, serta memohon ampun kepada Allah l. Demikian pula dianjurkan bagi orang yang beri’tikaf untuk memberikan shalawat kepada Nabi n, berdoa, mengajarkan ilmu, diskusi ilmiyah, dan selain dari yang demikian itu.
5.    Hal-hal Yang Dibenci Bagi Orang Yang Beri’tikaf.
Hal-hal yang menyibukkan dan melalaikan berupa amalan-amalan yang tidak diperintahkan di dalam agama, berupa ucapan ataupun perbuatan. Diantaranya: berkata keji, berprasangka jelek kepada sesama orang Islam.
6.    Hal-hal Yang Dibolehan Bagi Orang Yang Beri’tikaf.
Dibolehkan bagi orang yang beri’tikaf untuk keluar dari tempat i’tikafnya sesuai dengan kebutuhan yang mendesak baginya dan dibolehkan pula bagi orang yang beri’tikaf untuk menyisir rambut, mencukur rambut, dan memendekkan kuku, serta membersihkan badannya atau mandi.
7.    Hal-hal Yang Merusak I’tikaf.
Orang yang i’tikaf rusak i’tikafnya apabila mereka keluar dari tempat i’tikafnya tanpa ada kebutuhan yang mendesak bagi dirinya, serta berhubungan badan dengan istrinya. Firman Allah l:
وَلاَ تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ
“Janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam masjid.” (Al-Baqarah: 187)
8.    Hal-hal Yang Tidak Merusak I’tikaf
Berhubungan badan dengan istrinya karena lupa [Kitab Ithaaful Anaami bi Ahkaami wa Masaaili Ash-Shiyaami]
9.    Waktu I’tikaf
Waktu untuk i’tikaf yang lebih utama yaitu sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan. Adapun betasan terkecil waktu i’tikaf yaitu tidak ada batasan padanya. Hal ini merupakan pendapat dari Al-Imam Asy-Syafi’i, Daud dan satu riwayat dari Al-Imam Ahmad dan pendapat ini dipilih oleh Ibnul Mundzir dan juga Ibnu Al-Arabi, sehingga dibolehan bagi orang yang beri’tikaf walaupun satu jam. Sebagaimana hal ini telah diterangkan oleh Al-Imam Abu Hanifah. [Kitab Majmu’ Fatawa, Tafsiru Al-Qurthubi]
B.     Keluarnya Orang Yang I’tikaf Untuk Menjenguk Orang Sakit dan Menghadiri Jenazah
Dalam hal ini para ulama terbagi atas dua pendapat:
1.    Sesungguhnya bagi orang yang i’tikaf di tempat i’tikafnya tidak diperbolehkan untuk menghadiri hal tersebut. Dan ini adalah pendapat Al-Imam Malik, Asy-Syafi’i, dan Abu Hanifah dan satu riwayat dari Al-Imam Ahmad. Demikian pula pendapat Athaa’, Urwah, Mujahid dan Az-Zuhri (HR. Bukhari dan Muslim dari Aisyah)
2.    Dibolehkan keluar bagi orang yang beri’tikaf untuk menjenguk orang sakit dan menghadiri jenazah. Hal ini merupakan pendapat dari Sa’id Ibnu Jubair, An-Nakha’i, dan Al-Hasan, diriwayatkan dari Ali z (Hadits dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah dengan sanad yang baik)
Adapun pendapat yang paling kuat di kalangan para ulama adalah pendapat yang pertama, karena menjenguk orang sakit dan menghadiri jenazah tidak wajib hukumnya. [Kitab Ithaaful Anaami bi Ahkaami wa Masaaili Ash-Shiyaami]
C.     Permulaan Waktu Dimulainya I’tikaf
-          I’tikaf yang dimulai pada hari ke 21 dari bulan Ramadhan, maka orang yang i’tikaf masuk ke masjid (tempat i’tikaf) setelah shalat shubuh (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari Aisyah x) dan ini adalah pendapat dari Al-Auza’i, Al-Laits, Ats-Tsauri.
-          I’tikaf yang dimulai pada hari ke 20 dari bulan Ramadhan, maka orang yang i’tikaf masuk ke masjid (tempat i’tikaf) pada saat terbenamnya matahari. Hal ini merupakan pendapat dari sekelompok para ulama.
D.     Berakhirnya Waktu I’tikaf
Bagi orang yang beri’tikaf dibolehkan untuk mengakhiri i’tikafnya pada hari terakhir di bulan Ramadhan yaitu ketika telah ditegakkannya malam ‘ied (hari raya) [Tafsir Al-Qurthubi]
Demikianlah tuntunan puasa dan i’tikaf di bulan Ramadhan berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan pemahaman generasi terbimbing dari kalangan para ulama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan anda berkomentar, namun tetap jaga kesopanan dengan tidak melakukan komentar spam